Kamis, 11 Oktober 2012

deka tualang




suatu saat kita mesti mengembara
kota-kota yang dilukis telanjang
atau tempat para ratib meninggalkan jejaknya
di dinding kamar hotel
kita jalang, sayang
: buangan

aku keris, kau warangan
bukankah sekali purnama kau cumbui tubuhku
            sesap di dadaku sebagai tualang

sehabis api ini
jiwa kita berlesatan
kita tak akan menjadi apa-apa,
kecuali jelaga yang terbang
mengintip di jendela
            seperti hantu

atau sesekali ke gunung-gunung
            menjumpai jasad kita sekarat kedinginan

menyadari kita hanya luka-luka
wajah suyi yang mudah pecah saat embun luruh dari dedaun.

Bangkalan, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar