Kamis, 11 Oktober 2012

Dedes



kau tak pernah berkata apa-apa,
kecuali membiarkanku terus menciumi jenjang lehermu
meyakini percumbuan pahit rindu selalu berdarah
“luka pertemuankah ini, kakang?” ucapmu.

diam, diamlah, manisku
biarkan bisik batu kali menggunjing dengan bahasanya yang gelap
menghadiahi kita kalungkalung hijau cahaya dari kerlip kunang
karena anak-anak kita akan lahir di bilik ini

dedes, manisku
lontar-lontar manakah yang membawamu sampai kemari
restu dewa apakah yang iba karena merasa iba karena pernah merasai rindu

kau pun kembali menyalakan damar
“agar dewa-dewa memberi restu.”

lalu, damar dipadamkan

Bangkalan, 2010

Citra D. Vresti Trisna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar