suatu saat kita mesti mengembara
kota-kota yang dilukis telanjang
atau tempat para ratib meninggalkan
jejaknya
di dinding kamar hotel
kita jalang, sayang
: buangan
aku keris, kau warangan
bukankah sekali purnama kau cumbui
tubuhku
sesap
di dadaku sebagai tualang
sehabis api ini
jiwa kita berlesatan
kita tak akan menjadi apa-apa,
kecuali jelaga yang terbang
mengintip di jendela
seperti
hantu
atau sesekali ke gunung-gunung
menjumpai
jasad kita sekarat kedinginan
menyadari kita hanya luka-luka
wajah suyi yang mudah pecah saat
embun luruh dari dedaun.
Bangkalan, 2010